Selasa, 18 Juni 2013

Jalan Raya dan Trotoar di Jakarta Yang Penuh Ironi


Dua minggu belakangan di otak saya selalu ada yang mengganjal dan bikin gregetan. Tentang apakah? ada yang mengganjal tentang hak pemakai jalan, baik untuk pejalan kaki dan juga kendaraan bermotor. 

Sepertinya ini salah satu PR berat buat Pak Jokowi dan Ahok setelah banjir. Bagaimanapun pengguna trotoar dan jalan raya adalah bagian dari Ibu Kota juga yang harus diperhatikan keselamatan dan kenyamanannya. 

Kata siapa pengguna jalan raya di Jakarta 'merdeka'? Kalau 'merdeka' , kenapa jumlah kecelakaan masih saja tinggi? Apalagi pemakai motor, berapa jumlah kecelakaan yang diakibatkan oleh lubang menganga di jalanan? 'Merdeka' disini saya analogikan dengan kenyamanan berkendara.

Oke saya mulai dari pemakai kendaraan bermotor dulu yah.. Dua minggu belakangan setiap berangkat dan pulang kerja saya selalu geregetan melihat kondisi jalan raya di sepanjang jalan Sudirman. Sejak adanya  gorong-gorong, Jalan Sudirman terlihat sangat kumuh dan berantakan! Pembuatan gorong-gorong yang asal, membuat saya selalu emosi kalau lewat situ.

Penempatan antara lubang gorong-gorong satu dengan lubang yang lainnya sama sekali tidak presisi, bahkan terlihat Zig-Zag. Apa enak dipandang? Tidak! Menjijikan? Iya!

Kedua, tiap lubang gorong-gorong sangat membahayakan pengguna jalan. Ada cekungan ke dalam yang bisa membuat ban 'slip'. Masalah ini sudah diangkat seminggu setelah gorong-gorong Sudirman selesai dibuat. Dan walau sekarang sudah ditambal, hal itu tidak menjamin membuat aman pengguna jalan raya. Tambalannya banyak yang pecah dan lagi-lagi karena dibuat asal-asalan.

Semoga di era Jokowi-Ahok ini, bisa disegerakan solusi untuk memperindah kembali jalanan sepanjang Sudirman ini.

Nah sekarang kita masuk ke ranah pejalan kaki. Tempat pejalan kaki pasti sudah pada tahu donk? Yah Trotoar. Sepertinya sudah bukan jadi pertanyaan lagi, kenapa sih trotoar di Jakarta kurang nyaman untuk pejalan kaki?

Beberapa hari yang lalu saya melihat seorang Bule yang sedang berjalan di trotoar depan Shangrila. Kondisi saat itu sehabis hujan, jalan raya becek dan ada beberapa titik genangan. Lalu kondisi di trotoar? Saya yang sedang ada di motor melihat kondisi trotoar, langsung geleng-geleng kepala. Sepanjang trotoar ditutupi oleh tanah merah yang tebal dan becek!

Tidak lama berselang, ada seorang bule dengan susah payah berjalan di trotoar tersebut. Kondisi sepatunya sudah kotor oleh tanah merah. Saya lihat raut muka si bule, mukanya setengah kesal. Betapa malunya saya saat itu. Ibu kota yang harusnya menjadi tolak ukur industri pariwisata Indonesia, tahunya sangat bobrok dibanding daerah-daerah lain di Indonesia.

Menyangkut trotoar, tidak bisa dipungkiri kalau hak pejalan kaki sudah hampir lenyap di Jakarta ini. Trotoar sekarang banyak dipakai oleh pedagang untuk berjualan, pengendara mobil atau motor untuk lahan parkir, dan bahkan trotoar sekarang juga jadi lalu lalang jalan motor lhoo.. Lalu dimana pejalan kaki harus berjalan? Yah di pinggir jalan raya, mengadu nyali berjalan kaki sambil berharap-harap cemas agar tidak ada mobil atau motor yang menyerempet si pejalan kaki.

Sudah waktunya kita sebagai penduduk Ibu Kota pada khususnya, peduli akan nasib fasilitas umum di kota ini. Kalau jalan raya dan trotoar saja tidak memberikan penggunanya rasa nyaman, lalu kita harus beraktivitas bagaimana?




0 comments:

Posting Komentar