Senin, 05 Agustus 2013

Mudik, Ajang Silaturahmi atau Adu Gengsi?

Mudik menjadi salah satu budaya yang paling tidak terpisahkan pada saat bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri. Seolah menjadi ritual wajib, kurang pas rasanya jika harus berlebaran di luar kampung halaman tanpa bersama orang tua dan keluarga besar.

Macet menjadi hal biasa saat musim mudik.

Menurut Wikipedia, Mudik berarti kegiatan perantau/pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Sang pelaku mudik atau bisa dibilang pemudik biasanya bekerja di kota yang jaraknya jauh dari kampung halaman, dan Idul Fitri mereka jadikan sebuah momen tepat untuk berkumpul kembali bersama keluarga besar. 

Lalu apa yang membuat 'ritual' mudik menjadi aktivitas wajib para perantau? Apakah untuk pulang ke kampung halaman harus setahun sekali dan pada saat Idul Fitri? Mungkin pola pikir seperti ini yang sudah tertanam kokoh di otak warga Indonesia, sehingga sampai kiamat pun sepertinya aktivitas mudik akan terus dilakukan.

Saya yang juga bisa dikatakan sebagai pemudik, sering berpikir kenapa dan haruskah melakukan mudik? Setiap tahun harus bermacet-macetan, menghabiskan uang dan tenaga untuk sampai ke kampung halaman tapi tidak pernah ada yang kapok akan aktivitas ini. Lalu sesampainya di kampung halaman, apa yang akan kita lakukan selain tentunya bercengkrama bersama keluarga?

Dari pengamatan saya, setiap orang yang mudik pasti akan membawa keluarga lengkap , kendaraan terbaik, aksesoris tubuh lengkap, baju-baju bagus dan 'gadget' terbaru kalau mereka penggila gadget. Pertanyaan yang muncul dari saya. kenapa sih mau silaturahmi saja harus membawa sesuatu yang sebetulnya tidak perlu untuk dibawa dan diperlihatkan?

Sebagai pribadi yang tidak suka muluk-muluk dalam beraktivitas, hal itu membuat saya geleng-geleng kepala. Setahun penuh merantau, mereka mengumpulkan harta untuk nanti dipamerkan di kampung halaman agar dianggap sebagai orang yang sukses dan berhasil selama berada di kota rantauan? Tidak ada yang salah dengan alasan tersebut memang, tapi pola pikir seperti itu yang bisa jadi berbahaya bagi beberapa kalangan.

Kalau pola pikir orang-orang bahwa mudik harus membawa harta dan benda untuk dipamerkan, bagaimana jika selama diperantauan kita merupakan seseorang yang gagal? Gagal untuk menjadi orang sukses, gagal mempunyai pekerjaan layak, gagal mempunyai keluarga yang sakinah, dan beragam kegagalan-kegagalan lainnya? Pola pikir salah tersebut yang bisa jadi berbahaya bagi beberapa kalangan.

Kalau patokan syarat mudik harus membawa dan memamerkan harta, bagi Si Gagal tentunya selama setahun mereka akan melakukan segala macam cara agar mereka bisa mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan. Hal yang lumrah kalau mereka melakukan segala cara dengan aktivitas positif, bagaimana kalau aktivitas negatif mereka lakukan demi tabungan buat mudik nanti?

Seratus orang berpikiran untuk melakukan hal negatif , tingakat kenyamanan dan angka krimimalitas di sebuah kota akan sangat mengancam. akan banyak orang mengalami kecopetan, perampokan, pembunuhan, perkosaan jika pola pikir seperti ini terus tertanam di kepala masyarakat Indonesia.

Saya sebagai pelaku mudik menghimbau, jangan jadikan mudik sebagai momen untuk adu gengsi, adu gaya, dan adu harta sesama keluarga di kampung halaman. Biarkanlah mudik dijadikan sebagai momen untuk bersilaturahmi, bermaaf-maafan , dan menyegarkan kembali isi otak yang penat selama hidup di kota.

Sekian dan Minal Aidin Wal Faidzin.

0 comments:

Posting Komentar