Kaum Minoritas vs Kaum Mayoritas

Menyikapi betapa tidak adilnya perlakukan terhadap kaum minoritas yang dilakukan oleh kaum mayoritas.

Catatan Prestasi yang Diraih Joko Widodo

beragam prestasi Jokowi mulai dari saat menjabat Walikota Solo sampai sekarang menjadi Gubernur DKI Jakarta yang sudah dirangkum oleh salah satu simpatisan Jokowi.

Ecotech Garden, Teknologi Alternatif Pengolahan Grey Water

Ecotech Garden, sebuah teknologi alternatif yang cocok untuk diterapkan untuk mengolah Grey Water.

Senin, 24 Juni 2013

Mahadewi Ganti Nama (Lagi)?


Beberapa hari yang lalu gue lagi buka Twitter dan kebetulan akun @RepCinMan post tentang personil Dewi-Dewi yang baru. Beberapa saat sempat biasa aja, tapi kemudian gue langsung terenyak kaget.. What! 'Dewi-Dewi'? Apakah admin twitter itu lupa atau memang sengaja menulis Dewi-Dewi untuk menggantikan kata Mahadewi.

Setelah ditelisik, memang sepertinya kali ini nama Mahadewi akan kembali ke nama awal yaitu Dewi-Dewi. Memang harus diakui menurut gue pribadi, penggunaan nama Dewi-Dewi lebih menjual daripada Mahadewi. Dari segi Feng Shui nama Mahadewi kurang greget sepertinya hehe..

Oke ngebahas perubahan nama dari Mahadewi ke Dewi-Dewi cukup segitu aja. Gue bikin artikel ini untuk bahas apa sih kira-kira alasan si Ahmad Dhani mengembalikan nama Mahadewi menjadi Dewi-Dewi lagi? Gue kira ini bisa jadi sebuah kode dari sang Maestro. Kode apa tuh? Yuk kita bahas.

Nama Mahadewi bisa jadi dikembalikan ke Dewi-Dewi karena personil mereka akan kembali bertiga. Seperti yang kita ketahui Dewi-Dewi awal terbentuk mempunyai 3 personil, sebelum akhirnya Ina mengundurkan diri dari Dewi-Dewi.

Karena personil Dewi-Dewi tinggal berdua, mungkin Dhani ingin membuang image Dewi-Dewi yang terkenal  dengan tiga orang personil dan menggantinya menjadi Mahadewi pada awal 2009.

Tidak lama setelah Mahadewi eksis di belantikan musik Indonesia, Dhani membuat band baru setelah TRIAD yang bernama Mahadewa. Adakah korelasi antara lahirnya Mahadewa dengan Mahadewi yang terlebih dahulu berkibar? Bisa jadi.

Bila ditarik jauh ke belakang, nama Dewi-Dewi diambil oleh Dhani dari kata Dewa yang tentunya band-nya Ahmad Dhani yang terlebih dahulu eksis dan merajai musik Indonesia. Berarti selalu ada korelasi antara Dewi-Dewi (Mahadewi) dengan Dewa (Mahadewa) kan?

Lantas apa kode yang gue maksud disini?

Nah di atas sudah gue ringkas analogi korelasi antara Dewi-Dewi (Mahadewi) dengan Dewa dan Mahadewa. Dan sebentar lagi Dewi-Dewi akan kembali hadir mewarnai permusikan tanah air dengan dua personil baru untuk menemani Puri.

Kalau diringkas dari analogi gue diatas, seperti ini jadinya. Dan inilah jawaban dari kode yang gue maksud.

Dewa 19 --> Dewi-Dewi --> Mahadewi --> Mahadewa.

Kalau kita balik 'flow'-nya?

Mahadewa --> Mahadewi --> Dewi-Dewi --> Dewa 19

Yap itulah kode yang gue maksud. Apakah dengan kembalinya Dewi-Dewi bertanda akan segera kembalinya Dewa 19 di belantikan musik Indonesia dengan personil lengkap? Gue sebagai Baladewa selalu menanti-nanti momen ini.

Semoga gak bingung yah baca blog gue yang ini, maklum tiba-tiba mood gue nulis hilang di tengah jalan gara-gara koneksi internet mati, flownya jadi hilang.

Oia ini gue bantu promo event untuk tanggal 28 Juni 2013. Gambar diambil dari twitter @RepCinMan


Selasa, 18 Juni 2013

Jalan Raya dan Trotoar di Jakarta Yang Penuh Ironi


Dua minggu belakangan di otak saya selalu ada yang mengganjal dan bikin gregetan. Tentang apakah? ada yang mengganjal tentang hak pemakai jalan, baik untuk pejalan kaki dan juga kendaraan bermotor. 

Sepertinya ini salah satu PR berat buat Pak Jokowi dan Ahok setelah banjir. Bagaimanapun pengguna trotoar dan jalan raya adalah bagian dari Ibu Kota juga yang harus diperhatikan keselamatan dan kenyamanannya. 

Kata siapa pengguna jalan raya di Jakarta 'merdeka'? Kalau 'merdeka' , kenapa jumlah kecelakaan masih saja tinggi? Apalagi pemakai motor, berapa jumlah kecelakaan yang diakibatkan oleh lubang menganga di jalanan? 'Merdeka' disini saya analogikan dengan kenyamanan berkendara.

Oke saya mulai dari pemakai kendaraan bermotor dulu yah.. Dua minggu belakangan setiap berangkat dan pulang kerja saya selalu geregetan melihat kondisi jalan raya di sepanjang jalan Sudirman. Sejak adanya  gorong-gorong, Jalan Sudirman terlihat sangat kumuh dan berantakan! Pembuatan gorong-gorong yang asal, membuat saya selalu emosi kalau lewat situ.

Penempatan antara lubang gorong-gorong satu dengan lubang yang lainnya sama sekali tidak presisi, bahkan terlihat Zig-Zag. Apa enak dipandang? Tidak! Menjijikan? Iya!

Kedua, tiap lubang gorong-gorong sangat membahayakan pengguna jalan. Ada cekungan ke dalam yang bisa membuat ban 'slip'. Masalah ini sudah diangkat seminggu setelah gorong-gorong Sudirman selesai dibuat. Dan walau sekarang sudah ditambal, hal itu tidak menjamin membuat aman pengguna jalan raya. Tambalannya banyak yang pecah dan lagi-lagi karena dibuat asal-asalan.

Semoga di era Jokowi-Ahok ini, bisa disegerakan solusi untuk memperindah kembali jalanan sepanjang Sudirman ini.

Nah sekarang kita masuk ke ranah pejalan kaki. Tempat pejalan kaki pasti sudah pada tahu donk? Yah Trotoar. Sepertinya sudah bukan jadi pertanyaan lagi, kenapa sih trotoar di Jakarta kurang nyaman untuk pejalan kaki?

Beberapa hari yang lalu saya melihat seorang Bule yang sedang berjalan di trotoar depan Shangrila. Kondisi saat itu sehabis hujan, jalan raya becek dan ada beberapa titik genangan. Lalu kondisi di trotoar? Saya yang sedang ada di motor melihat kondisi trotoar, langsung geleng-geleng kepala. Sepanjang trotoar ditutupi oleh tanah merah yang tebal dan becek!

Tidak lama berselang, ada seorang bule dengan susah payah berjalan di trotoar tersebut. Kondisi sepatunya sudah kotor oleh tanah merah. Saya lihat raut muka si bule, mukanya setengah kesal. Betapa malunya saya saat itu. Ibu kota yang harusnya menjadi tolak ukur industri pariwisata Indonesia, tahunya sangat bobrok dibanding daerah-daerah lain di Indonesia.

Menyangkut trotoar, tidak bisa dipungkiri kalau hak pejalan kaki sudah hampir lenyap di Jakarta ini. Trotoar sekarang banyak dipakai oleh pedagang untuk berjualan, pengendara mobil atau motor untuk lahan parkir, dan bahkan trotoar sekarang juga jadi lalu lalang jalan motor lhoo.. Lalu dimana pejalan kaki harus berjalan? Yah di pinggir jalan raya, mengadu nyali berjalan kaki sambil berharap-harap cemas agar tidak ada mobil atau motor yang menyerempet si pejalan kaki.

Sudah waktunya kita sebagai penduduk Ibu Kota pada khususnya, peduli akan nasib fasilitas umum di kota ini. Kalau jalan raya dan trotoar saja tidak memberikan penggunanya rasa nyaman, lalu kita harus beraktivitas bagaimana?




Rabu, 12 Juni 2013

Masterpiece of The Month (Jeremy Teti Nyanyi!)

Entah setuju atau nggak sama gue, buat gue ini adalah karya terbaik di bulan ini. Semoga makin banyak pemuda kreatif di Indonesia!

Cekidot...